Menatap Langit pada Titik Sepi

Rabu, 02 Maret 2011

Kau Melati..

oleh Kanzha Reikan pada 07 Januari 2011 jam 16:52
 
kau harumkan teh panasku tiap pagi
kau segarkan padangan saat sore hari
kau hiasi mimpi dan khayalku hingga detik ini
kau melati...

Rahasia di balik rahasia

oleh Kanzha Reikan pada 02 Februari 2011 jam 23:22
rahasiakan semua percakapan ini darinya
sembunyikan semua pertemuan ini darinya

sembunyikan semua rahasia kita darinya
rahasiakan semua yang kita sembunyikan darinya

meski tak ada yang perlu dirahasiakan
walau tak ada yang harus disembunyikan

karna aku, kau, dia....
adalah rahasia yang tersembunyi

Ini kan cuma do'a

oleh Kanzha Reikan pada 08 Februari 2011

aku lupa menyapamu di awal malam
pun kini terlanjur kelam ucapkan salam
karna kau sudah lelap
pun tak pernah berharap
esok pagi saja ku sapa
pun tak pernah kau baca

ah..ini kan cuma do'a
jadi tak mengapa

Do'a yang Masih Sama

oleh Kanzha Reikan pada 15 Februari 2011 jam 20:36
 
Hanya saja aku tak ingin kau tahu
S'moga keindahan s'lalu menyertai s'tiap hela nafasmu

Masih entah

Sudah larut & lewat tengah malam

untukmu yang pulang lebih dulu

Sejenak ku nikmati awal malam
selepas ku gugurkan kewajiban sebagi hamba
bersama sayup sisa gema di surau dan masjid
ku kirimkan do'a, bacakan yaasin dan ummul kitab
tak lupa sholawat serta munajat
karna hanya itulah yang sanggup ku derma

maaf, terkadang aku lupa
mungkin juga sengaja pikun
walau baru setahun kita berbeda suasana

ku kirim do'a dan ayat-ayat sakti
agar kau dan saudara-saudara kita dilapangkan
diterangkan dan diringankan
hingga nanti saatnya tiba
kita bersua di hampa ruang waktu
rumah dimana kita semua kan berpulang
tempat mendekap dan merenda cinta

Piluku untuk Senyummu

oleh Kanzha Reikan pada 15 Februari 2011 jam 10:45
Inilah caraku menghapus semua harapan tentangmu yang masih mengendap di kalbu. inilah jalan yang kutempuh agar tak terus terikat jiwaku oleh bayangmu. inilah keputusan pahit agar tak terus kutelan pahit mendambamu. inilah awal dan akhir dari semua persepsi indah senyummu. dan inilah piluku untuk senyummu.

Terlalu lama ku tenggelam dalam samudra asa yang tak kau tentukan dimana titik temu. lelah ku arungi, parah sampanku hadapi ombakmu. saatnya ku menepi, mengisi amunisi, bahan bakar, logistik, perbaiki layar, menambal kebocoran, dan sejenak menikmati daratan. kemudian 'kan ku lanjutkan ekspedisi ku tentunya dengan kompas baru, peta baru, tujuan baru, dan tentunya harapan yang baru.

Maaf..sengaja ku berikan peta dan jalur pelayaran yang memang sudah ku hapal namun tak jua ku temui tujuan itu kepada seorang petualang yang sempat kutemui di salah satu dermaga persinggahan beberapa tahun yang lalu. teman lama, karib, bahkan sudah ku anggap sebagai saudara. mungkin dia lebih siap dan kuat menghaapi ganasnya lautmu. dan tentunya kau pun rela dijamah olehnya. berat memang bagiku menyerahkan begitu saja padanya, tapi mungkin inilah jalan terbaik. lagi pula aku menyerah menemukan dan menemuimu. aku menyerah...

Hari ini mungkin kau kan temui sang petualang itu (saudara ku) di kubah megah tempat para wali berdiskusi. tepat di hari dimana kau terlahir. sungguh suasana yang indah andai itu terjadi. dan mungkin juga kado terindah bagi seorang putri yang sedang menanti sang pangeran dari seberang lautan....ah....sungguh romantis (semoga)...

Semoga ini menjadi awal indahmu, dan semoga ia menjadi jawaban atas semua do'amu.....

Masterpiece Karya Allah: Menemukan Kembali Al Qur’an


Oleh : Emha Ainun Najib

Rata-rata 4 kali perminggu saya mengalami forum dengan ratusan atau ribuan orang. Kalau di luar negeri, tentulah audiensnya puluhan atau ratusan, kecuali di Malaysia. Sekitar 85% audiensnya adalah orang beragama Islam. Forum itu sendiri 60% acara Kaum Muslimin, 30% umum, 10% forum khusus saudara non-Muslim. Perjalanan keliling itu berlangsung puluhan tahun, dan sepuluh tahun terakhir ini frekwensinya meningkat sekitar 30%. Tentu sangat banyak saya berguru pada mereka, sangat tidak seimbang dengan amat sedikitnya manfaat yang saya bisa kontribusikan. Saya, sendiri atau bersama KiaiKanjeng, berposisi amat berterima kasih kepada publik, sementara hak kami untuk diterimakasihi sangat sedikit.

Saya kisahkan di sini satu hal: bahwa saya tidak pernah menyia-nyiakan perjumpaan dengan banyak orang untuk melakukan semacam direct research kecil-kecilan. Mungkin lebih bersahaja: jajag pendapat, tentang sejumlah hal prinsipil nilai orang hidup berbangsa, beragama dan bernegara. Serta sejumlah konteks aktual yang durasi dan akurasinya tidak berlaku terlalu lama. Itupun lebih saya persempit lagi: yakni sejumlah jajag pendapat dengan berbagai-bagai kalangan Ummat Islam. Yang hasilnya terlalu lucu, naif atau sangat kurang berpengetahuan, sebaiknya tidak saya paparkan, agar saya tidak menjadi komoditas bagi penjaja tema pelecehan Islam. Umpamanya saya bertanya: “Rasulullah menyatakan bahwa Ummat Islam akan terbagi menjadi 73 bagian, yang diterima Allah hanya satu. Anda semua ini termasuk yang 72 atau yang 1?”. 100% ummat yang saya jumpai di berbagai wilayah, strata dan segmen, menjawab sama: “Yang 1″.
 
Yang paling terasa pada publik Islam adalah ketidaksanggupan massal untuk membedakan antara kemungkinan, kenyataan dan keinginan. Jawaban “Yang 1″ itu rata-rata tidak mereka kejar ke dalam diri mereka sendiri apakah itu keinginan, kemungkinan ataukah kenyataan. Terlalu jauh kalau saya menuntut mereka cukup memiliki parameter untuk mengukur tingkat kemungkinan dan kadar kenyataan mereka akan diterima Allah atau tidak, sebab kelihatannya ruang batin mereka sudah sangat dipenuhi oleh keinginan, yang tak terurai secara rasional dan intelektual.

Terkadang saya menggoda: “Ibu-ibu Bapak-bapak, mohon maaf saya sendiri menemukan diri saya di antara yang 72 golongan. Saya penuh dosa dan ketersesatan, sehingga sama sekali tidak berani menyatakan bahwa saya akan pernah diterima oleh Allah. Kelihatannya kans saya untuk masuk neraka lebih besar dibanding masuk sorga.”


JALAN SUNYI (Emha Ainun Nadjib)

oleh Kanzha Reikan pada 27 Februari 2011 jam 22:14
 
Akhirnya…
Kutempuh jalan yang sunyi
Mendendangkan lagu bisu
Sendiri di lubuk hati
Puisi yang kusembunyikan dari kata – kata
Cinta yang tak kan kutemukan bentuknya

Kalau memang tak bisa engkau temukan wilayahku
Biarlah aku yang terus berusaha mengetuk pintu rumahmu
Kalau memang tak sedia engkau menatap wajahku
Biarlah para kekasih rahasia Allah yang mengusap-usap kepalaku

Akhirnya…
Kutempuh jalan yang sunyi
Mendendangkan lagu bisu
Sendiri di lubuk hati
Puisi yang kusembunyikan dari kata – kata
Cinta yang tak kan kutemukan bentuknya

Mungkin engkau memerlukan darahku untuk melepas dahagamu
Mungkin engkau butuh kematianku untuk menegakkan hidupmu
Ambillah!! Ambillah!!
Akan kumintakan izin kepada Allah yang memilikinya
Sebab.. toh.. bukan diriku ini yang diinginkan dan dirindukan

Alasan untuk alasan yang tak beralasan

oleh Kanzha Reikan pada 01 Maret 2011 jam 21:05
 
kau selalu memberiku alasan untuk dimimpikan
kau selalu memberiku alasan untuk dikenangkan
kau selalu memberiku alasan untuk dirindukan
kau selalu memberiku alasan untuk dido'akan
kau selalu memberiku alasan untuk diharapkan

tapi..
kau juga anugrahkan alasan untuk dinyatakan
kau juga anugrahkan alasan untuk dilupakan
kau juga anugrahkan alasan untuk dinafikan
kau juga anugrahkan alasan untuk dihinakan
kau juga anugrahkan alasan untuk diacuhkan

kau adalah alasan untuk alasan yang tak beralasan